Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Ayu Kusumah

Selasa, 28 April 2015

pelaporan keuangan dan perubahan harga



KONSEKUENSI ADOPSI PENUH IFRS TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN DI INDONESIA
Pendahuluan
            Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, telah memporak-porandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan politik, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang impor dan menyebabkan harga hamper semua barang yang dijual didalam negeri mentingkat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yang memiliki komposisi barang impor yang tinggi.
            Secara teoritis, analisis laporan keuangan terdiri dua kata, yaitu analisis dan laporan keuangan. Ini berarti analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja (performance) perusahaan pada masa mendatang. Analisis laporan keuangan dikatakan mempunyai kegunaan apabila dapat dipakai untuk memprediksi fenomena ekonomi. (Dian Meriewaty 2012). Para pengguna dan pemanfaat laporan keuangan adalah pemegang saham, investor, manajer, karyawan, pemasok dan kreditur, pelanggan, pemerintah dan pengguna lainnya. Antara pengguna laporan keuangan yang satu dengan yang lainnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Pemegeng saham akan menilai kinerja manajemen sebagai pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjalankan dana pemegang saham. Investor memerlukan informasi keuangan untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasinya. Karyawan berkepentingan terhadap laporan keuangan agar perusahaan selalu berkembang dan menghasilkan laba.(Harianto dan Sudono 1998).
            Standar akuntansi Internasional tidak mudah diterima, menimbulkan banyak konflik, karena di beberapa negara standar akuntansi dibentuk secara politis, sedangkan dinegara lain melalui mekanisme professional pihak swasta (Choi dan Richard 1998). Pro dan kontra terhadap Standar Akuntansi  Internasional, tidak menghentikan langkah Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) untuk mengenalkan dan mendorong pengadopsian International Financial Reporting Standard (IFRS) di berbagai negara didunia. IASB tidak memaksa semua negara di dunia untuk mengadopsi penuh IFRS, karena pada tingkat paling akhir dari tingkat pengadopsian IFRS adalah sama sekali tidak mengadopsi IFRS. Indonesia telah menetapkan untuk mengadopsi penuh IFRS pada awal tahun 2012. Indonesia sebagai negara G20 berarti harus pula mengikuti segala konsekuensi yang harus dihadapi dalam adopsi penuh atas IFRS tersebut. Tulisan ini mendeskripsikan konsekuensi yang harus dihadapi Indonesia dalam adopsi IFRS terhadap pelaporan keuangan, yaitu perubahan dari pengukuran dan pengungkapan menggunakan biaya historis (historical cost) ke nilai wajar (fair value), kesiapan Indonesia terhadap penggunaan nilai wajar akibat adopsi IFRS dan manfaat penggunaan nilai wajar.
Biaya Historis (Historical Cost) dan Nilai wajar (Fair Value)
            Beberapa kesepakatan telah diputuskan pada pertemuan yang diadakan oleh forum G20 di London, 2 April 2009. Pertemuan tersebut menghasilkan 29 kesepakatan, kesepakatan tersebut mengharuskan negara anggota untuk meningkatkan penggunaan niali wajar (wirahardja,2010). Indonesia sebagai anggota forum G20  harus mengikuti kesepakatan tersebut, sehingga pembuatan Standar International Accounting Standar (IAS). Konvergensi diawali pada tahun 1994 dengan ditunjukkannya beberapa kali revisi terhadap Standar Akuntansi Keuangan yang mengacu pada IAS, yang diikuti beberapa tahap adopsi IFRS tahun 2008 dan tahap implementasi IFRS tahun 2012. Adopsi penuh IFRS berarti ada perubahan pengukuran dan pengakuan terhadap pelaporan keuangan. Dahulu pengukuran dan pengakuan terhadap pelaporan keuangan lebih banyak menggunakan biaya historis, ketika adopsi penuh IFRS maka lebih banyak menggunakan nilai wajar.
            Biaya historis adalah rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan (Suwarjono,2008). Konsep biaya historis menggunakan pendekatan biaya perolehan yang menghasilkan nilai buku. Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku digunakan sebagai acuan untuk menilai perusahaan. Sebagai contoh jika membeli tanah maka bertahun-tahun kemudian, apabila masih menggunakan konsep biaya historis meskipun nilai pasar harganya sudah naik tiga kali lipat, harga tanah tersebut akan tetap tertulis sesuai dengan nilai bukunya, hal ini dianggap beberapa pihak tidak relavan lagi (Suharto, 2009). Kinerja perusahaan diwujudkan dalam berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan karena setiap kegiatan tersebut memerlukan sumber daya, maka kinerja perusahaan akan tercermin dari penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan. Pentingnya laporan keuanagn sebagai informasi dalam menilai kinerja perusahaan, mensyaratkan laporan keuangan haruslah mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya pada kurun waktu tertentu.
Penggunaan Nilai Wajar (Fair Value) di Indonesia
            Beberapa Standar Akuntansi di Indonesia telah disusun dengan mengecu pada IFRS oleh DSAK. Hal ini berarti telah mengacu pada konsep fair value. Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) juga mengacu pada konsep fair value dalam bebrapa peraturannya. Menurut ketua DSAK-IAI Yusuf Wibisana fair value adalah nilai suatu asset yang dapat dipertukarkan atau suatu kewajibandiselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar dan dalam standar akuntansi keuangan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55. Nilai wajar harus diukur dengan menggunakan harga di pasar utama untuk asset tertentu atau kewajiban. Jika tidak ada pasar utama, maka nilai yang dipakai adalah harga/nilai yang paling menguntungkan pasar itu. hal ini juga berlaku sebagai standarisasi atas hierarki penilaian untuk kategori level 1,2, dan 3 yang mengklasifikasikan tingkat penilaian  yang digunakan dalam pengukuran asset tertentu atau kewajiban, sebesar nilai wajarnya.
            Tiga hierarkikonsep fair value yaitu: level 1- harga dikutip dipasar aktif untuk aktiva dan kewajiban yang identik. Tingkat 1 input harus digunakan tanpa penyesuain, jika tersedia. Level 2- Input tidak termasuk dalam level 1yang diamati untuk aktiva atau kewajiban, baik secara langsung maupun tidak langsung. Level 3-Input tidak teramati, termasuk data entitas itu sendiri, yang disesuaikan jika diperlukan untuk mencerminkan asumsi pasar(http://jurnalakuntansikeuangan.com,2011). Penggunaan fair value tidak meliputi asset dan instrument keuangan lainnya, serta kewajiban suatu perusahaan atau entitas bisnis. Pihak pengguna konsep fair value adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di jsa keuangan dan sector rill (Suharto, 2009).

            IFRS 13: Standar Yang Dinamis

IFRS 13 termasuk salah satu standar IFRS yang pergerakannya cukup dinamis. Standar ini disahkan oleh IASB pada bulan May 2011 untuk berlaku 1 Januari 2013. Di banyak negara, standar ini sudah digunakan sejak awal tahun 2013 seperti di Philippines dan Australia. Baru setahun berlaku, saat ini IASB sedang mempertimbangkan melakukan amandemen untuk unit of account instrument keuangan yang merupakan investasi di perusahaan anak, joint venture dan perusahaan asosiasi. Exposure draft dari amandemen ini diharapkan keluar pada triwulan pertama 2014. Salah satu riset yang sedang dilakukan oleh IASB sejak tahun 2013 tentang discount rates juga berpotensi akan berdampak pada IFRS 13 selain juga berdampak ke standar IFRS lainnya. IASB juga sudah memberikan signal bahwa mereka akan melakukan post-implementation review (PIR) atas IFRS 13 ini yang akan mulai pada tahun 2015 nanti. Kegiatan PIR memang bisa dilakukan setelah minimum dua tahun masa efektif suatu standar. Saat ini misalnya IASB sedang melakukan PIR untuk IFRS 3 Business Combination yang efektif sejak 2008. Mengingat IFRS 13 masih sangat baru, PIR yang dilakukan hanya berselang dua tahun dapat memberikan signal bahwa penerapan standar ini banyak mengalami tantangan di lapangan sehingga perlu disempurnakan. (Ersa Tri Wahyuni,2015).
Definisi Nilai Wajar PSAK 68 PSAK 68 adalah mesin hitung bagaimana mengukur suatu aset dan liabilitas bila PSAK lain mensyaratkan atau mengijinkan penggunaan nilai wajar. Misalnya PSAK 13 Properti Investasi mengijinkan penggunaan nilai wajar atau PSAK 16 mengijinkan model revaluasi, maka bagaimana cara mengukur nilai wajar, pengguna membuka PSAK 68 ini. PSAK 68 memuat: 1. Definisi nilai wajar 2. Kerangka pengukuran nilai wajar 3. Pengungkapan mengenai pengukuran nilai wajar Definisi nilai wajar di standar-standar IFRS terkadang memiliki perbedaan, namun dengan terbitnya PSAK 68 ini maka definisi nilai wajar menjadi lebih tajam. Berikut adalah esensi dari IFRS 13 dengan persyaratan baru:
·         Nilai wajar diukur dengan menggunakan harga di pasar utama bagi aktiva atau kewajiban (yaitu pasar dengan volume terbesar dan tingkat aktifitas untuk aktiva atau kewajiban) atau, dalam hal tidak adanya pasar utama maka yang dipakai adalah pasar yang paling menguntungkan bagi aktiva atau kewajiban tersebut.
·         Rincian pedoman untuk mengukur nilai wajar suatu kewajiban, termasuk deskripsi kompensasi yang oleh dibutuhkan oleh pelaku pasar.
 Aset dan kewajiban keuangan yang melawankan posisi dalam
risiko pasar (atau risiko kredit pihak lawan), dapat diukur berdasarkan eksposur risiko bersih entitas.
·         Kelas-kelas aktiva atau kewajiban, untuk tujuan pengungkapan ditentukan berdasarkan karakteristik alam, dan risiko dari aset atau kewajiban dan tingkat dari hirarki nilai wajar (yaitu Level 1, 2 atau 3) di mana pengukuran nilai wajar dikategorikan .
·         Sebuah diskusi narasi diperlukan tentang sensitivitas pengukuran nilai wajar dikategorikan dalam Tingkat 3 dari hirarki nilai wajar untuk perubahan masukan tidak teramati signifikan dan ada keterkaitan antara input yang mungkin memperbesar atau mengurangi efek pada pengukuran. Selain itu, analisis sensitivitas kuantitatif diperlukan untuk instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar.
·         Informasi tentang proses penilaian entitas diperlukan untuk pengukuran nilai wajar dikategorikan dalam Tingkat 3 dari hirarki nilai wajar.

Definisi Nilai Wajar sesuai dengan PSAK 16 Aset Tetap

Jumlah suatu aset dipertukarkan antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi yang wajar 

Definisi Nilai Wajar Sesuai dengan PSAK 68

Harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran  Dalam definisi nilai wajar yang baru, secara tegas disebutkan bahwa yang digunakan adalah harga keluaran (exit price) dan bukan harga transaksi atau harga masukan (entry price) walaupun kebanyakan harga transaksi juga merupakan harga keluaran. Harga transaksi dianggap sebagai harga keluaran kecuali:
  1. Transaksi terjadi di pasar yang berbeda
  2. Transaksi untuk unit akun yang berbeda
  3. Penjual dalam kondisi keterpaksaan
  4. Transaksi antara pihak yang berelasi

Transaksi di Pasar Apa, Oleh Siapa dan yang Bagaimana?

PSAK 68 mementingkan harga yang terjadi antara pelaku pasar, yang perlu diperhatikan adalah pasar yang seperti apa? Pelaku pasar yang seperti apa? Dan bagaimana memilih harga yang terjadi di pasar karena bisa saja ada berbagai macam harga transaksi yang terjadi.Pasar dijelaskan dalam PSAK 68 sebagai pasar utama dan pasar yang paling menguntungkan. Dalam kenyataannya menentukan pasar ini tidak mudah. Produk pertanian misalnya, pasar utama mangga arum manis bisa jadi di Probolinggo sebagai sentra pusat pertanian mangga, namun pasar mangga yang paling menguntungkan bisa saja di Jakarta karena marginnya lebih tinggi. Pengguna harus mempertimbangkan biaya-biaya transportasi juga untuk menggunakan pasar yang paling menguntungkan. Pelaku pasar yang dimaksud adalah market participants dan bukan transaksi antara dua belah pihak. Harga yang terjadi antara dua belah pihak bisa saja lebih murah (mungkin karena pihak berelasi), namun harga yang terjadi antara pelaku pasarlah yang dianggap sebagai nilai wajar walaupun harganya berbeda dengan harga transaksi.
PSAK 68 juga menekankan bila banyak harga di pasar maka yang dipakai adalah harga yang mencerminkan penggunaan tertinggi dan terbaik. Ketua DSAK dalam kegiatan PPL acara HUT IAI di Surabaya desember lalu memberikan contoh mengenai pengukuran nilai tanah dan gedung. Bila kita berniat membeli tanah untuk tujuan membangun gudang, namun di lokasi dimana tanah tersebut biasanya untuk membangun apartemen, maka harga yang dipakai adalah harga bila tanah tersebut dipakai untuk membangun apartemen karena harganya akan lebih mahal.

Bagaimana bila harga pasar tidak tersedia?

Tidak semua aset memiliki harga pasar yang aktif. Bagaimana bila aset tersebut tidak memiliki pasar aktif namun tetap harus diukur sesuai dengan nilai wajar? Apa yang harus dilakukan?Harga pasar aktif (quoted market price) adalah nilai wajar terbaik menurut PSAK 68, yakni memenuhi hirarki tertinggi (level 1). Namun bila pasar aktif tidak tersedia, maka hirarki nilai wajar PSAK 68 mengijinkan turun ke pengukuran level 2 atau bahkan ke level 3 (yang terendah). Level 2 menggunakan harga input berupa harga transaksi aset serupa yang mirip, atau harga kuotasian aset identik di pasar yang tidak aktif, atau harga input lainnya yang masih bisa diobservasi. Sedangkan pengukuran nilai wajar level 3 menggunakan harga input yang tidak lagi bisa diobservasi. Level 3 ini yang biasanya menggunakan teknik-teknik penilaian seperti misalnya dengan discounted cash flow dengan menggunakan arus kas proyeksi dari aset yang diukur selama umur ekonomis aset. Pengukuran dengan level 3 ini tentunya lebih subjektif daripada level 1 dan level 2 karena banyak asumsi dalam pengukurannya. Dengan demikian maka pengungkapan yang disyaratkan juga lebih banyak bila perusahaan menggunakan pengukuran level 3.
Bila perusahaan menggunakan teknik penilaian nilai wajar level 3, nilai input dan asumsi-asumsi yang digunakan harus diungkapkan secara lebih rinci. Perusahaan juga harus menjelaskan langkah-langkah proses penilaian yang dilakukan dengan nilai input tersebut. Analisis sensitivitas juga harus dibuat oleh perusahaan dalam pengungkapan. Diskusi narasi tentang analisis sensitivitas tentang perubahan nilai masukan tak terobservasi (Unobservable inputs) termasuk hubungan antar nilai-nilai masukan tersebut yang dapat mempengaruhi pengukuran.Perusahaan di Indonesia dalam mengukur nilai wajar aset sering memanfaatkan jasa  penilai. Kesiapan profesi penilai menjadi penting untuk mendukung penerapan PSAK ini. DSAK-IAI juga melakukan diskusi dengan PPAJP dan MAPPI selama setahun terakhir agar Standar Penilaian Indonesia juga direvisi mengikuti perubahan PSAK 68 khususnya SPI 201 : Standar Penilaian Pelaporan Keuangan.
Konsep highest and best use model bisa menjadi tantangan tersendiri karena biasanya penilai properti misalnya mengukur properti sesuai dengan niat dan tujuannya, untuk kasus gudang di atas maka penilai menggunakan harga-harga gudang sebagai pembanding. IAI sudah mulai mensosialisasikan IFRS 13 ini sejak tahun 2012 seperti misalnya memberikan training dan seminar tentang nilai wajar, salah satunya dalam kegiatan acara HUT IAI Desember 2012 dan 2013.  Artikel tentang IFRS 13 juga pernah dimuat dalam Majalah Akuntan Indonesia edisi Januari /Februari 2013 dengan judul “Sukarnya Menakar Nilai Wajar”. Namun mengingat banyaknya akuntan dan penilai yang tersebar di seluruh Indonesia dan bukan hanya berpusat di kota besar maka  sosialisasi dan persiapan kepada profesi akuntan dan penilai harus segera diintensifkan selama tahun 2014.(http://etw-accountant.com)

DAFTAR PUSTAKA
1.      Atmadja Adwin S., Mei 1999, Inflasi DiIndonesia sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1 No. 1
2.      Atmadja Adwin S., Mei 2002, Analisi Pergerakan Nilai Tukar rupiah Terhadap Dolar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas Di Indonesia, Jurnal Akuntansi & keuangan Vol.4 No.1
3.      Immanuela Intan, Juli 2012, Konsekuensi Adopsi Penuh IFRS Terhadap Pelaporan Keuangan Di Indonesia, Widya Warta No.2
4.      Anggrayni Delvita Dita Putri, Pandam Rukmi Wulandari, Oktober 2011, Analisis kinerja Perbankan Yang Mengadopsi Standar Pelaporan Internasional (IFRS) Berdasarkan harga Saham, laba Per Saham Dan kapitalisasi Pasar, Procceding PESAT Vol. 4
5.      Chabachib.H.M dan Agung Witjaksono, 2011, Analisis Pengaruh Fundamental makro dan Indeks Harga Global Terhadap IHSG, Karisma Vol 5
6.      Dwijayanthy Febrina dan Prima Naomi,2009, Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar Mata Uang Terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003-2007, Karisma Vol 3
7.      Meriewaty Dian dan Astuti Yuli Setyani, 2005, Analisis Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Kinerja Pada Perusahaan Di Industri Food and Beverages Yang Terdaftar Di BEJ, SNA VIII
8.      http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/06/ifrs-fasb-akhirnya-sepakati-definisi-nilai-wajar-fair-value/
9.      http://etw-accountant.com/indonesia-terapkan-standar-nilai-wajar-1-januari-2015-siapkah-kita/



Transalasi Mata uang asing



ANALISIS PENERAPAN PSAK NO.10 TAHUN 2012 TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk.
PENDAHULUAN
Fluktuasi nilai tukar mata uang memiliki pengaruh terhadap sistem transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan ekspor maupun impor. Fluktuasi kurs memiliki dampak pada nilai perusahaan karena dapat berpengaruh pada jumlah arus masuk kas yang diterima dari kegiatan ekspor peruahaan atau dari anak perusahaan, yang mempengaruhi jumlah arus keluar kas yang digunakan untuk membayar impor (Sukirno 2006:362). Kurs nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lain, jika terdapat perubahan pada kondisi ekonomi maka kurs mata uang dapat berubah cukup besar. Penurunan nilai pada suatu mata uang disebut depresiasi, dan peningkatan nilai suatu mata uang disebut Apresiasi (Hanafi,176:2010).

Penguatan nilai tukar mata uang tidak selalu memiliki dampak yang positif terhadap perusahaan, sama seperti pelemahan nilai tukar yang belum tentu berdampak negative pada perusahaan, sebab fluktuasi nilai tukar mata uang akan menyebabkan terjadinya eksposur ekonomi dalam perdagangan bebas. Eksposur ekonomi adalah tingkat dimana nilai sekarang arus kas perusahaan dipengaruhi fluktuasi kurs, transaksi bisnis internasional yang memerlukan konversi mata uang mencerminkan eksposur transaksi, eksposur masa depan suatu perusahaan dipengaruhi oleh fluktuasi kurs (Madura,2006:413).
Kegiatan perdagangan ekspor impor mempunyai manfaat yang besar bagi semua pihak, baik pengusaha, masyarakat, atau pemerintah. Transaksi ekspor impor adalah transaksi perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam wilayah suatu territorial ke luar wilayah dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Bagi perekonomian Indonesia, kegiatan ekspor impor ini merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting. Dengan situasi perekonomian dunia yang msih belum kondusif saat ini, berbagai usaha dilakukan pemerintah Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan pencarian sumber-sumber devisa yang diantaranya adalah meningkatkan transaksi kegiatan ekspor dan menekan pengeluran-pengeluran devisa dengan cara membatasi aktivitas impor.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)  No.10 tahun 2012 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing dijelaskan bahwa entitas dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi dimana perusahaan beroperasi yaitu lingkungan entitas tersebut dalam menghasilkan dan mengeluarkan kas. Pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi, entitas menggunakan mata uang yang disebut mata uang Fungsional. Penerapan PSAK No.10 Thun 2012 yang telah mengadopsi IFRS sangatlah penting karena sistem pelaporan keuangan Perusahaan dapat disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia maupun di dunia internasional sehingga dapt mempermudah Perusahaan apabila melakukan transaksi dengan perusahaan di negara lain maupun mencari investor asing. Selain itu, penerapan PSAK NO.10 tahun 2012 tentang pengaruh perubahan kurs valuta saing berpengaruh sangat signifikan bagi penyusunan laporan keuangan. Jika dalam penyusunan laporan keuangn perusahaan tidak menerapkan PSAK tersebut maka kemungkinan besar auditor tidak akan memberikan pendapat atau disclamare terhadap laporan keuangan perusahaan.

Konsep Transaksi Mata Uang Asing
     Pengertian Translasi (Translation) adalah proses pernyataan kembali informasi laporan keuangan dari satu mata uang ke mata uang lain. Translasi mata uang asing adalah proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya. Transalasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan keuangan gabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan. Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:
1.      Mencatat transaksi mata uang asing
2.      Memperhitungkan efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang dan
3.      Berkomunikasi dengan peminat saham asing.
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia/PAPI (2008) menyatakan Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam Rupiah dengan menggunakan Kurs laporan (penutup) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu Kurs tengah yang merupakan rata-rata. Kurs beli dan Kurs jual berdasarkan Reuters pada pukul 16.00 WIB setiap hari. Dalam melakukan pencatatan Transaksi mata uang sing terdapat metode yang dapat di gunakan yaitu:
1.      Single currency (satu jenis mata uang)
2.      Multy currency(lebih dari satu jenis mata uang).
Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No.10 Tahun 2012
            Tujuan PSAK No.10 (IAI 2012:10.1) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing adalah menjelaskan bagaimana memasukkan Transaksi dalam mata uang asing dan kegiatan usaha luar negeri ke dalam laporan keuangan perusahaan serta bagaimana menjabarkan laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian (mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan). Selain itu, PSAK No.10 tahun 2012 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing juga menjelaskan permaslahan utama dalam menentukan kurs mana yang digunakan dan bagaimana melaporkan pengaruh dari perubahan kurs dalam laporan keuangan. PSAK No. 10 (IAI 2012:10.1) tentang pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing diterapkan pada :
1)      Transaksi akuntansi dan saldo dalam mata uang asing, Kecuali Transaksi dan saldo derivative yang termasik dalam ruang lingkup PSAK (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan mengenai pengakuan dan pengukuran.
2)      Menjabarkan dengan derivative dari mata uang fungsionalnya ke dalam mata uang penyajiannya
3)      Menjabarkan hasil dan posisi keuangan suatu entitas ke dalam mata uang penyajian.
Penentuan Mata uang Fungsional
            PSAK No.10 (IAI 2012:10.3) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, mata uang Fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi Lingkungan ekonomi utama yang dimaksud adalah lingkungan entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Faktor-faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam menentukan mata uang fungsional adalah sebagai berikut :
1.      Mata uang :
·         Yang paling memprngaruhi harga jual barang dan jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang harga jual barang dan jasa didenomisasikan)
·         Dari negara yang kekuatan persaingan dan pengaturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas.
2.      Mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa.
Adapun faktor-faktor lainnya yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan mata uang fungsional adalah sebgai berikut :
·         Mata uang untuk dana efektifitas pendanaan di hasilkan (antara lain penerbitan instrument utang dan instrument ekuitas)
·         Mata uang untuk penerimaan dan aktivitas operasi pada umumnya di tahan.
Pelaporan Transaksi Mata Uang Asing Kea lam Mata Uang Fungsional
            PSAK No.10 (IAI 2012:10.5) tentang Pengaruh Kurs Valuta Asing menjelaskan bahwa pelaporan transaksi mata uang ke dalam mata uang fungsional pada akhir setiap periode pelaporan adlah sebgai berikut :
1.      Pos moneter mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs penutup (kurs spot pada akhir periode pelaporan)
2.      Pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pad tanggal dan transaksi
3.      Pada nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan. Jumlah tercatat dari suatu pos ditentukan dengan PSAK lain.
Penjabaran dalam Mata uang Penyajian.
            Mata uang penyajian di Indonesia adalah Rupiah. Namun, berdasarkan PSAK No.10 (IAI 2012:40) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata uang fungsionalnya. Jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional entitas, maka entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
1)      Asset dan liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan tersebut
2)      Penghasilan dan beban untuk setiap laba rugi komperhensif atau laporan laba rugi terpisah yang disajikan yang dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi
3)      Semua hal dari selisih kurs diakui dalam pendapatan komperhensif lain.
Hasil Penelitian
Proses Pengukuran kembali Pos Moneter
            Pos Moneter yang ada di bank terdiri dari asset moneter dan liabilitas moneter, asset moneter yang ada dalam bank berupa Kas, giro, Aset keuangan yang diperdagangkan, tagihan akseptasi,wesel tagih, kredit yang diberikan, efek-efek untuk tujuan investasi-bersih, sedangkan liabilitas moneter yang dimiliki bank berupa simpanan dari nasabah, simpanan dari bank-bank lain, liabilitas keuangan yang diperdagangkan, utang akseptasi dan pinjaman di terima. Berikut ini adalah tabel Kurs valuta Asing pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013:
 sumber : Laporan Tahunan Bank Mandiri Tbk 2014
sumber : Laporan Tahunan Bank Mandiri Tbk 2014
Transaksi dan Saldo Dalam Mata Uang Asing (Entitas Anak dan kantor cabang luar negeri)
Bank mandiri menyelenggarakan catatan akuntansinya dalam mata uang Rupiah. Untuk tujuan konsolidasian, laporan keuangan dalam mata uang asing milik cabang dan Entitas Anak luar negeri Bank mandiri dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah dengan dasr sebagai berikut :
1)      Asset dan liabilitas, komitmen dan kontinjensi-menggunakan kurs spot Reuters pada tanggal laporan posisi keuangan konsolidasian
2)      Pendapatan, beban, laba dan rugi-menggunakan kurs tengah rata-rata yang berlaku pada bulan terjadinya transaksi
3)      Akun ekuitas-menggunakan kurs historis pada tanggal transaksi
4)      Laporan arus kas- menggunakan kurs spot Reuters pada tanggal laporan posisi keuangan konsolidasian, kecuali akun-akun laba rugi menggunakan kurs tengah rata-rata dan usur-unsur ekuitas menggunakan kurs historis
Selisih yang timbul dari proses penjabaran laporan keuangan tersebut disajikan sebagai “selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing” pada kelompok ekuitas dalam laporan posisi keuangan konsolidasian. Transaksi dalam mata uang asing dicatat dalam Rupiah menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Pada tanggal laporan posisi keuangan konsolidasian, semua asset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs Spot Reuters pada pukul 16.00 WIB untuk tanggal 31 Desember 2014 dan 2013. Keuntungan atau kerugian yang timbul dibebankan pada laporan laba rugi komperhensif konsolidasian tahun berjalan.
Kas dan Setara kas mencakup kas, giro pada Bank Indonesia, giro pada bank lain dan berinvestasi jangka pendek likud lainnya dengan jangka waktu jatuh tempo 3 bulan atau kurang sejak tanggal perolehan. Giro pada Bank Indonesia dan Bank Lain diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang. Penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain merupakan penanaman dana dalam bentuk fasilitas Simpanan bank Indonesia (FasBi), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS), call money, penempatan “fixed-term”, deposito berjangka dan lain-lain. Penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain disajikan sebesar biaya perolehan iamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan Nilai. Penempatan pada bank Indonesia dan bank lain diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang.
Efek-efek yang dimiliki terdiri dari efek-efek yang diperdagangkan di pasar uang seperti Setifikat bank Indonesia (SBI), Sertifikat bank Indonesia Syariah (SBIS), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), negotiable Certificate of Deposits, Medium term Notes, tresurry Bills yang diterbitkan oelh pemerintah negara lain dan Pemerintah Republik Indonesia, wesel ekspor, efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal seperti unit reksadana, serta efek-efek yang diperdagangkan di bursa efek seperti saham dan obligasi, termsuk obligasi Syariah perusahaan. Efek-efek dikasifikasikan sebagai asset keuangan dalam kelompok diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, tersedia untuk dijual, dimiliki hingga jatuh tempo dan pinjaman yang diberikan dan piutang. Investasi dalam unit reksadana dinyatakan sebesar nilai pasar sesuai nilai asset bersih dari reksadana pada atanggal laporan posisi keuangan konsolidasian

DAFTAR PUSTAKA
1.      Laporan Keuangan Tahun 2014 Audit BMRI LKT Des 2014
2.      www.idx.co.id
3.      Bangun Primsa, Januari 2005 , Mengukur dan Mengantisipasi Translasi Laporan Keuangan Mata uang Asing, Jurnal Akuntansi Volume 5, No. 1 47-58
4.      Santoso hendra F., Januari 2010 , Akuntansi Internasional, jurnal Akuntansi, volume 10 No.1: 27-44
5.      Perdana Putri Dio, fransisca Yuningwati, Muhammad Saifi, Desember 2014 , Pengaruh Perlemahan Nilai Tuakr Mata Uang Lokal (IDR) Terhadap Nilai Ekspor(Studi pada Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia Tahun 2009-2013), Jurnal Administrasi Bisnis Vol.17 No.2
6.      Roring Andre Kevin, jenny Morasa, Rudy Pusung,Desember 2014 , Analisia Penerapan PSAK No. 10 Tahun 2012 Terhadap Laporan keuangan PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk, Jurnal Emba Vol. 2 No.4