Perkembangan ekonomi yang terjadi pada
saat ini, memberikan suatu pengaruh yang besar bagi pola bisnis dan sikap para
pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif dilakukan oleh para investor,
terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan terjadinya
transaksi-transaksi yang bersifat internasional (cross border transaction).
Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai
kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar
divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur
kinerja dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan
perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan
desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat
pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah
memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau
menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung
perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya meminimalkan beban
pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya suatu
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada perusahaan
di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
Penerimaan negara yang bersumber dari
sektor perpajakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga Direkrorat
Jenderal Pajak perlu melakukan suatu terobosan-terobosan yang dapat
meningkatkan penerimaan pajak dan mengantisipasi transaksi-transaksi yang
bersifat tax avoidance dan tax evasion. Menurut Darussalam dan
Danny Septriadi (2008: 3) Tax Avoidance merupakan suatu skema
transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara, sehingga
skema tersebut sah-sah saja (legal) karena tidak melanggar ketentuan
perpajakan. Sedangkan tax evasion merupakan suatu skema transaksi yang
ditujukan untuk memperkecil pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan
perpajakan (illegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagaian
penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif.
Praktik transfer pricing yang
terjadi pada umumnya sebagai perwujudan untuk
melakukan tax
avoidance atau tax evasion. Sebagai contoh nyata yang terjadi di
Indonesia, menurut Lukluk Fuadah dalam Jurnal Keuangan dan Bisnis (Vol. 6, No.
2, Oktober 2008) adanya suatu masalah transaksi transfer pricing yang dilakukan
oleh PT Asian Agri yang merupakan induk usaha terbesar kedua di Grup Raja
Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto, orang terkaya di Indonesia pada
2006 versi majalah forbes.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah
disampaikan diatas, penulis akan menyajikan suatu tulisan/penelitian kualitatif
yang bersifat eksplorasi studi pustaka dengan tema penentuan harga transfer (transfer
pricing) atas transaksi internasional (cross-border transaction)
dari perspektif Indonesia. Sistematika penulisan meliputi landasan teori,
transaksi hubungan istimewa, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's
length principle), analisis kesebandingan, penentuan harga transfer (transfer
pricing) dan kesimpulan.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini disebut dengan Pendekatan Kualitatif karena dianalisis melalui beberapa peraturan-
peraturan yang berlaku mengenai Transfer Pricing. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi dan studi hubungan istimewa menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan pajak diatur sebagai berikut:
1. Undang-undang
Pajak Penghasilan
Pasal 18 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur
bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal
langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada
Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah
25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya
atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik
langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah
maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Secara garis besarnya
bahwa hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan
atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
a.
kepemilikan atau penyertaan modal; atau
b.
adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena
hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula
terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.
Adanya
Penguasaan Melalui Manajemen atau Penggunaan Teknologi
Hubungan
istimewa dapat juga terjadi karena penguasaan melaluimanajemen atau penggunaan teknologi,
kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila
satu atau lebih perusahaan berada dibawah penguasaan pengusaha yang sama.
Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan
pengusaha yang sama.
Adanya Hubungan
Darah atau Karena Perkawinan
Yang
dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan ke samping satu derajat adalah kakak dan adik. Yang dimaksud dengan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan
anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping
satu derajat adalah ipar. Apabila antara suami istri mempunyai perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan antara suami istri tersebut
termasuk dalam pengertian hubungan istimewa menurut Undang-undang ini.tersebut.
Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Indonesia (P3B)
Pasal 9 ayat (1)
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan mitra perjanjian, diatur bahwa: Apabila:
(a) suatu
perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara
langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan
dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau
(b) terdapat
orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung
dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada
Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan,
dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan
diantara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan
keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat olehperusahaan-perusahaan
yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi
tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan
pajak.
PENENTUAN HARGA
TRANSFER (TRANSFER PRICING)
Dalam
penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan
metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) yang paling sesuai (The
Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga Transfer (transfer
pricing) yang dapat diterapkan adalah :
a. Metode
Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable
Uncontrolled Price/CUP);
b. Metode Harga
Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c. Metode
Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d. Metode
Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e. Metode Laba
Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
Dalam menerapkan
metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai wajib
diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. kelebihan dan
kekurangan setiap metode;
b. kesesuaian
metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional;
c. ketersediaan
informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain;
d. tingkat
kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan
penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari
perbedaan yang ada. Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan
dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Metode Harga
Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
Metode
Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode Penentuan
Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu
produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar,
yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau
penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. Kondisi yang tepat
dalam menerapkan Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/ RPM)
antara lain adalah:
a. tingkat
kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun
barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan
b. pihak penjual
kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang
atau jasa yang diperjualbelikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan
Deddy Arief, 2010, PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI
PRESPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA, Jurnal Ekonomi
2. Nurhayati
Indah Dewi, 2013, EVALUASI ATAS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI
TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI INDONESIA, Jurnal Manajemen
dan Akuntansi
3. Ahmadi
Wiratni, 2007, PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DALAM KAITANNYA DENGAN
TRANSAKSI INTERNASIONAL, Jurnal Hukum
4. Lingga
Ita Salsalina, 2012 , ASPEK PERPAJAKAN DALAM TRANSFER PRICING DAN PROBLEMATIKA
PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK, Jurnal Zenit Vo. 1
5. Santoso
Imam, 2004, ADVANCE PRICING AGREEMENT DAN PROBLEMATIKA TRANSFER PRICING DARI
PERSEPKTIF PERPAJAKAN INDONESIA , Jurnal Akuntansi dan Keuangan