Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Ayu Kusumah

Jumat, 12 Juni 2015

HARMONISASI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORT STANDAR (IFRS) STUDI KASUS PADA PT.GARUDA AIRLINES INDONESIA

Awal munculnya ide untuk melakukan perdagangan ke luar negeri adalah karena para pedagang merasa pasar dalam negeri tidak lagi menjajikan keuntungan yang tinggi, sedangkan pasar luar negeri terbuka sangatlebar. Hal tersebut memicu terjadinya perdagangan bebas, dimana batas negara dan perbedaaan kebudayaan tidak lagi menjadi hambatan. Kecenderungan meningkatnya globalisasi di bidang ekonomi semakin tampak dengan adanya kesempatan-kesempatan antar beberapa negara dalam region tertentu untuk bergabung dalam sebuah organisasi yang berorientasi ekonomi seperti Uni Eropa, AFTA,dan NAFTA.
            Selain itu, globalisai di bidang ekonomi juga tampak dengan munculnya fenomena krisis nilai tukar di sebagian negara Asia, termasuk Indonesia yang di mulai pada tahun 1997. Industry yang bergantung kuat pada bahan baku impor sangat berpengaruh dengan kondisi ini. Nilai impor bahan baku dalam mata uang domestic, dalam hal ini rupiah meningkat tajam. Industry yang bergantung kuat pada bahan baku dan sumber daya domestic mengalami hal sebaliknya. Penjualan barang ke luar negeri menjadi sangat menguntungkan jika dinilai dalam mata uang domestic. Penetapan jual baru di pasar domestic dan luar negeri menjadi tidak sesederhana sebelum tejadi krisis (Sadjiarto,1999).
            Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsi akuntanis yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi berlaku secara internasional. Oleh karena itu muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standar Board yang mengeluarkan International Financial Report Standar (IFRS). IFRS kemudian dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan di berbagai negara. Masalah yang selanjutnya muncul adalah bagaimana penerapan IFRS di masing-masing negara meningkat perbedaaan lingkungan, ekonomi, politik, hukum, dan sosial.
            Lingkungan adalah salah satu isu utama dalam masyarakat dan menjadi bagian yang signifikan dalam pengaruhnya terhadap perekonomian suatu negara. Alasan utama penyajian laporan keuangan yang memenuhi standar adalah untuk kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri di masa depan, baik ditinjau dari segi pengguna internal maupun pengguna eksternal. Pengakuan public akan kelengkapan dan ketransparan laporan keuangan sebuah perseroan terbuka meningkatkan tekanan sector bisnis untuk menyediakan laporan keuangan yang compatible dan sesuai standar (Imanuella,2007).
Konsep yang ternyata lebih popular dibandingkan standarisasi untuk menjembatani berbagai macam standar akuntansi di berbagai negara adalah konsep harmonisasi. Sadjiarto (1999) menyatakan bahwa harmonisasi standar akuntansi di artikan sebagai meminimumkan adanya perbedaan satandar akuntansi di berbagai negara. Harmonisasi juga dapat diartikan sebagai sekelompok negara yang menyepakati suatu standar akuntansi yang mirip, namun mengaharuskan adanya pelaksanaan yang tidak mengikuti standar harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang disepakati bersama. Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi adalah Multinational Corporation (MNC), kantor akuntan internasional,organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions).
            Sesuai keputusan pemerintah tahun 2010 akan ada 3 BUMN yang diprivatisasi salah satunya adalah GA. Untuk menuju privatisasi, perusahaan- perusahaan tersebut harus melewati tahapan IPO (Intial Public Offering).  Dengan adanya IPO, maka nantinya saham GA akan dijual di Bursa Efek dan dibuka untuk public. Namun hal tersebut bukan sebuah alasan GA melakukan adopsi IFRS pada laporan keuangannya. Justru dengan adopsi IFRS akan membantu proses pasca IPO, karena setelah GA mengadopsi IFRS pada laporan keuangannya maka GA akan semakin mudah memasuki pasar saham mengingat banyaknya manfaat yang didapat oleh sebuah perusahaan yang telah mengadopsi IFRS pada laporan keuangannya.
            Pada awal tahun 2009, IAI (Ikatan Akuntans Indonesia) mengeluarkan aturan tentang kewajiban perusahaan publik untuk mengadopsi IFRS dengan alasan penyeragaman standar akuntansi agar laporan keuangan perusahaanperusahaan publik di Indonesia dapat dibandingkan dengan perusahaanperusahaan asing. Tujuannya adalah untuk cross border listed atau operasi lintas negara sehingga ketika sebuah perusahaan telah mengadopsi IFRS, diharapkan perusahaan tersebut bisa melakukan dual listing yaitu menjual saham di bursa efek dalam negri dan luar negri serta melakukan aktivitas bisnis global (Satyo, 2005). Hal tersebut sangat bermanfaat bagi perusahaanperusahaan Indonesia agar dapat bersaing di pasar global, mampu menarik investor investor asing, dan mampu menembus bursa efek internasional (Suharto, 2005).
            Alasan lain adopsi IFRS adalah karena globalisasi ekonomi dan tuntutan pasar. Dengan adanya globalisasi ekonomi, otomatis tidak ada batasan negara dan budaya lagi untuk memperluas sebuah bisnis. Begitu juga bisnis yang dijalankan oleh GA. Selain di Indonesia, jasa penerbangan yang dijalankan GA telah dibuka juga di negara lain seperti negara – negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, Australia, Selandia Baru, Amerika, Kanada, bahkan Eropa. Dengan adanya kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa GA merupakan pemain global yang bergerak dalam jasa penerbangan. Karena hal itu adopsi IFRS pada laporan keuangan GA sangat diperlukan. Ketika kita berbicara tentang bisnis global, standar keuangan yang berlaku secara global juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan pedoman yang dianut oleh seluruh maskapai penerbangan internasional di seluruh dunia, sehingga laporan keuangan yang disajikan mempunyai satu kesamaan pandangan (Satyo, 2005).

            Globalisasi membawa kemajuan bagi semua sektor bisnis, termasuk bisnis dalam jasa penerbangan. Dengan adanya globalisasi, para maskapai penerbangan semakin mudah untuk memperluas jaringan bisnisnya. Dampak negatifnya adalah apabila manajemen perusahaan tidak pandai mengatur strategi bisnis maka peluang untuk tersingkir dari kancah bisnis global ini semakin besar. Laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS dapat dijadikan alat untuk “menjual” perusahaan karena value added yang dimiliki laporan tersebut. GA sadar betul tentang hal ini, sebagai pemain global yang tidak mau tersingkir dari persaingan, dibuat keputusan untuk mengadopsi IFRS pada laporan keuangan. Jadi hal tersebut bukan hanya sekedar untuk menaikkan prestige semata tapi juga demi keberlangsungan hidup perusahaan
di dunia internasional.

            Semakin banyaknya pemain yang membanjiri pasar internasional membuat GA harus harus pandai-pandai mengatur strategi pemasaran. Hal ini juga dapat ditempuh dengan cara mengadopsi IFRS karena dengan diadopsinya IFRS pada laporan keuangan GA membuat nilai GA naik dimata dunia internasional. Hal tersebut mencitrakan bahwa GA merupakan perusahaan yang professional, mampu menghadapi tantangan global dan dapat beradaptasi dengan lingkungan internasional dengan baik. Dengan demikian tujuan akhir dari pengadopsian IFRS pada GA, legitimasi oleh lingkungan bisnis bahwa GA merupakan maskapai penerbangan yang professional dan memberikan pelayanan terbaik, dapat tercapai. Hal ini dapat dilihat dari berbagai award yang diterima oleh GA, diantaranya Best Corporate Finance Deal of the Year 2001 oleh Air Finance Journal, Inggris. Penghargaan tersebut diberikan kepada departemen keuangan atas kemampuannya mengelola utang. Kemudian penghargaan selanjutnya adalah penghargaan yang baru saja didapat GA sebagai World’s Most Improved Airline Award dari Skytrax, Inggris atas kemampuan manajemen GA dalam meningkatkan pelayanan dan mengembangkan maskapai ini. Hal tersebut merupakan bukti keberhasilan GA.

            Ketika GA telah mengadopsi IFRS, GA merasa bahwa laporan keuangannya lebih mencerminkan nilai wajar perusahaan. Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan GA mengadopsi IFRS dalam pembuatan laporan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Dalimante “Dengan mengadopsi IFRS, LK lebih mencerminkan nilai wajar perusahaan.” Nilai wajar laporan keuangan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan karena dengan semakin wajarnya nilai laporan keuangan (Petreski, 2006), maka laporan keuangan GA semakin credible dan transparan. Tentu saja hal ini akan menaikkan nilai GA di mata publik. Menurut Almilia (2007) adopsi IFRS memberikan dampak yang positif kepada perusahaan, yaitu informasi keuangan dapat diperbandingkan dengan perusahaan lain di luar negara tersebut. Hal itulah yang dijadikan dasar oleh GA sebagai alasan untuk mengadopsi IFRS, yaitu daya banding laporan keuangan.
           
            Dengan mengadopsi IFRS, diharapkan nantinya laporan keuangan GA memberikan kemudahan bagi pihak asing untuk menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan tersebut, sehingga lebih mudah bagi pihak-pihak asing untuk melakukan keputusan bisnis yang menyangkut investasi. Dengan mengikuti standar yang berlaku secara global dapat di katakan laporan keuangan seluruh maskapai di dunia internasional mempunyai keseragaman, sehingga laporan-laporan tersebut mempunyai daya banding yang sama. Hal tersebut berdampak positif ketika para pelaku bisnis akan mengambil keputusan bagi keberlangsungan hidup usahanya. Dampak yang terpenting dari keseragaman standar yang dipakai adalah tidak terdapat signifikan dalam menginterpretasikan laporan keuangan pada industry sejenis.
           
            Menurut Immanuela (2009), harmonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Begitu juga GA, adopsi IFRS yang dijalankan merupakan perbuatan sukarela yang dilakukan atas inisiatif sendiri, bukan paksaan pemerintah atau pihak manapun, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan baik kebutuhan internal maupun eksternal. Kebutuhan internalnya berupa kebutuhan akan standar yang mengatur perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan, sedangkan kebutuhan eksternalnya berupa jawaban atas permintaan investor, leasee, maupun user laporan keuangan itu sendiri. Harmonisasi yang berjalan dalam GA pun terasa lancar karena persiapan perusahaan tersebut dalam mengadopsi IFRS dapat dibilang matang. Dengan pengkombinasian PSAK dan IFRS, GA mampu menyediakan laporan keuangan yang lengkap bagi para penggunanya.

Daftar pustaka
1.      Irawan bambang, 2002, Agribisnis Hortikultura: Peluang dan Tantangan dalam Era Perdagangan Bebas, pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian, bogor
2.      Almilia Luciana Spica dan Herdinigtyas Winny,2005, Analisis Rasio camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, Jurnal Akuntansi & Keuangan
3.      Immanuela Intan, 2010, Adopsi Penuh Dan Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional,Jurnal Akuntansi
4.      Widyaningdyah Agnes Utari, 2001, Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Go Publik Di Indonesia, Jurnal Akuntansi & Keuangan
5.      Setiawan Aziz Budi, 2006, Perbankan Syariah; Challenges dan Opportunity Untuk Pengembangan Di Indonesia, Jurnal Kordinat
6.      Fanny Margaretta & Saputra Sylvia, 2006, Opini Audit Going Concern:Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan,Dan Reputasi kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta), Jurnal SNA

7.      Anjasmoro Mega, 2010, Adopsi International Financial Report Standard:”Kebutuhan Atau Paksaan?” Studi Kasus Pada PT.Garuda Airlines Indonesia, Skripsi Universitas Diponegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar