Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Ayu Kusumah

Rabu, 24 Juni 2015

PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI PERSPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA

Perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu pengaruh yang besar bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif dilakukan oleh para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan terjadinya transaksi-transaksi yang bersifat internasional (cross border transaction). Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
            Penerimaan negara yang bersumber dari sektor perpajakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga Direkrorat Jenderal Pajak perlu melakukan suatu terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan penerimaan pajak dan mengantisipasi transaksi-transaksi yang bersifat tax avoidance dan tax evasion. Menurut Darussalam dan Danny Septriadi (2008: 3) Tax Avoidance merupakan suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara, sehingga skema tersebut sah-sah saja (legal) karena tidak melanggar ketentuan perpajakan. Sedangkan tax evasion merupakan suatu skema transaksi yang ditujukan untuk memperkecil pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan perpajakan (illegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagaian penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif.
            Praktik transfer pricing yang terjadi pada umumnya sebagai perwujudan untuk
melakukan tax avoidance atau tax evasion. Sebagai contoh nyata yang terjadi di Indonesia, menurut Lukluk Fuadah dalam Jurnal Keuangan dan Bisnis (Vol. 6, No. 2, Oktober 2008) adanya suatu masalah transaksi transfer pricing yang dilakukan oleh PT Asian Agri yang merupakan induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto, orang terkaya di Indonesia pada 2006 versi majalah forbes.
            Sehubungan dengan hal-hal yang telah disampaikan diatas, penulis akan menyajikan suatu tulisan/penelitian kualitatif yang bersifat eksplorasi studi pustaka dengan tema penentuan harga transfer (transfer pricing) atas transaksi internasional (cross-border transaction) dari perspektif Indonesia. Sistematika penulisan meliputi landasan teori, transaksi hubungan istimewa, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle), analisis kesebandingan, penentuan harga transfer (transfer pricing) dan kesimpulan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini disebut dengan Pendekatan Kualitatif karena dianalisis melalui beberapa peraturan- peraturan yang berlaku mengenai Transfer Pricing. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan studi hubungan istimewa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pajak diatur sebagai berikut:
1. Undang-undang Pajak Penghasilan
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Secara garis besarnya bahwa hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
a. kepemilikan atau penyertaan modal; atau
b. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.

Adanya Penguasaan Melalui Manajemen atau Penggunaan Teknologi
Hubungan istimewa dapat juga terjadi karena penguasaan melaluimanajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada dibawah penguasaan pengusaha yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan pengusaha yang sama.

Adanya Hubungan Darah atau Karena Perkawinan
Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah kakak dan adik. Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar. Apabila antara suami istri mempunyai perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan antara suami istri tersebut termasuk dalam pengertian hubungan istimewa menurut Undang-undang ini.tersebut.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia (P3B)
            Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan mitra  perjanjian, diatur bahwa: Apabila:
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau
(b) terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat olehperusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.

PENENTUAN HARGA TRANSFER (TRANSFER PRICING)
Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) yang paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) yang dapat diterapkan adalah :
a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai wajib
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. kelebihan dan kekurangan setiap metode;
b. kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional;
c. ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain;
d. tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada. Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/ RPM) antara lain adalah:
a. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan
b. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Setiawan Deddy Arief, 2010, PENENTUAN HARGA TRANSFER ATAS TRANSAKSI INTERNASIONAL DARI PRESPEKTIF PERPAJAKAN INDONESIA, Jurnal Ekonomi
2.      Nurhayati Indah Dewi, 2013, EVALUASI ATAS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI INDONESIA, Jurnal Manajemen dan Akuntansi
3.      Ahmadi Wiratni, 2007, PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DALAM KAITANNYA DENGAN TRANSAKSI INTERNASIONAL, Jurnal Hukum
4.      Lingga Ita Salsalina, 2012 , ASPEK PERPAJAKAN DALAM TRANSFER PRICING DAN PROBLEMATIKA PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK, Jurnal Zenit Vo. 1
5.      Santoso Imam, 2004, ADVANCE PRICING AGREEMENT DAN PROBLEMATIKA TRANSFER PRICING DARI PERSEPKTIF PERPAJAKAN INDONESIA , Jurnal Akuntansi dan Keuangan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar